Pemerintah terus mengupayakan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Panas bumi merupakan salah satu potensi energi baru terbarukan (renewable energy) yang ditargetkan pemerintah untuk mencapai 23% bauran EBT pada tahun 2025, sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017. Potensi besar ketersediaan energi Indonesia berasal dari panas bumi, namun baru 8% yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Padahal, energi panas bumi dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi batubara yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Sebagai informasi, target pengembangan energi panas bumi Indonesia di tahun 2025 adalah sebesar 7.241,5 MW, dengan pemanfaatan total kapasitas terpasang saat ini sejumlah 2.175 MW. Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebagai produsen energi panas bumi terbesar di dunia. Data-data tersebut diakses melalui laman artikel Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (“ESDM”), https://ebtke.esdm.go.id/.
Bicara mengenai pemanfaatan energi panas bumi, tentu saja hal ini membutuhkan pembiayaan proyek yang tidak murah yang memiliki banyak risiko bisnis. Hal ini membuat Pemerintah Indonesia harus berkolaborasi dengan para mitra multilateral untuk mendukung hal tersebut. Bank Dunia (The World Bank) adalah salah satu mitra Pemerintah Indonesia yang memiliki minat untuk melakukan eksplorasi terhadap energi panas bumi.
Program pengeboran eksplorasi situs Panas Bumi Wae Sano merupakan salah satu kegiatan Proyek Pengembangan Hulu Energi Panas Bumi yang direncanakan oleh Pemerintah. Lokasi eksplorasi situs panas bumi ini akan berlokasi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Mangarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Proyek ini diprakarsai dan dimiliki oleh Kementerian ESDM, dimana pendanaannya difasilitasi oleh Kementerian Keuangan (“Kemenkeu”) dan Bank Dunia dengan menugaskan PT SMI melalui pengelolaan dana PISP. Sebagai informasi, PISP adalah kepanjangan dari Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi. Dasar hukum proyek panas bumi yang dibiayai PT SMI adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 62 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) Pada Perusahaan Perseroan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Adapun PT GDE sebagai Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) Panas Bumi di Indonesia, bertindak sebagai pelaksana kegiatan di lapangan (implementing agency).
Dalam hal strategis, Kementerian ESDM dan Kemenkeu membentuk Komite Bersama untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan strategis. Komite Bersama, Bank Dunia, dan PT SMI bersama-sama turut mengawasi kegiatan eksplorasi panas bumi yang dilakukan oleh PT GDE.
Bahkan, pemerintah juga telah menghitung manfaat jangka panjang dari aspek sosial dan ekonomi yang dapat dirasakan oleh masyarakat jika proyek ini terlaksana. Setidaknya ada empat poin utama yang dapat dicapai jika proyek ini terlaksana yaitu :
1) Adanya ketersediaan listrik, hal ini akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam aspek-aspek diantaranya pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, kemudahan komunikasi dan pengolahan bahan baku.
2) Potensi pengembangan wisata. Dampak lain dari tersedianya energi panas bumi adalah tersedianya energi bersih yang seiring sejalan dengan pengembangan destinasi wisata premium di Labuan Bajo. Selain itu, terdapatnya pemandian kolam air panas. Jika dikelola secara baik, yang berkolaborasi antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat lokal, dapat berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena dapat menarik minat wisatawan.
3) Potensi pengembangan budidaya tanaman/pertanian dan kerajinan, contohnya seperti pembuatan kerajinan tenun celup, pengolahan limbah kemiri, proses dan pemasaran kacang mete serta hasil hutan non-kayu yang dapat meningkatkan perekonomian lokal. Potensi pengembangan program di atas telah dilakukan oleh PT SMI melalui program Desa Bakti Untuk Negeri (“DbuN”) yang merupakan salah satu program Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau (“PKBL”) perusahaan yang diinisiasi bersama Divisi Evaluasi Lingkungan dan Jasa Konsultasi di PT SMI.
4) Potensi terbukanya akses kesehatan, pendidikan dan lainnya yang tersedia karena terbukanya akses infrastruktur lain sebagai penunjang kehidupan masyarakat.
5) Potensi diversifikasi lapangan pekerjaan yang tersedia karena Pembangkit Listrik Panas Bumi membutuhkan tenaga kerja ahli dan terampil untuk mengoperasikan, merawat, dan memelihara Pembangkit Listrik berteknologi tinggi.
Beberapa aspek positif ini memang tidak sepenuhnya mendapatkan persetujuan dari warga. Adanya penolakan dari beberapa warga membuat PT GDE sebagai pelaksana di lapangan juga turut menyusun Penerapan Environmental Sosial and Management Framework (“ESMF”) melalui penyusunan dan implementasi dari dokumen-dokumen perlindungan seperti Environmental & Sosial Impact Analysis (“ESIA”), Land Acquisition and Resettlement Plan (“LARAP”), dan Environmental Social Management Plan (“ESMP”). Dokumen-dokumen tersebut telah disusun berdasarkan masukan dari warga Desa Dasak, Nunang dan Lempe yang terkena dam telah dipublikasikan melalui website PT SMI, PT GDE dan juga Bank Dunia.
Dalam setiap aktivitas bisnisnya, PT SMI selalu menerapkan standar perlindungan lingkungan dan sosial atau Environmental and Social Safeguards (“ESS”). Khususnya pada proyek ini yang mendapatkan pendanaan dari Bank Dunia, penerapan standard ESS menjadi wajib untuk diimplementasikan oleh PT GDE.
Sebagai pelaksana di lapangan, PT GDE pastinya telah menerapkan prinsip – prinsip ESS dengan memperhitungkan lokasi tapak proyek untuk kegiatan eksplorasi panas bumi. Dapat dipastikan lokasi titik eksplorasi tidak ada pemukiman diatasnya dan tidak akan mengganggu keberadaan situs-situs yang dikeramatkan oleh masyarakat Nunang, seperti compang, makam, tempat persembahan, gereja dan lain lain. Pemilihan lokasi proyek ini juga telah melalui konsultasi dengan para tetua adat.
Pada proyek ini, bagi para pemilik tanah yang tanahnya disewa, setelah selesainya masa pinjam, tanah akan dapat dipergunakan seperti sediakala. Tentunya dengan berbagai hal – hal diatas ini, dapat disimpulkan bawah kepentingan masyarakat terdampak benar – benar di perhatikan.
Tidak hanya itu, bahkan dalam setiap tahapan pengambilan keputusan, beberapa kelompok masyarakat juga selalu dilibatkan, contohnya seperti pemuka agama di Keusukupan Ruteng, kelompok masyarakat yang setuju dan yang menolak. Para pemuka agama dilibatkan dalam pengambilan keputusan pengelolaan sosial masyarakat Wae Sano. Sedangkan, dengan masyarakat yang menyetujui dan menolak, selalu dilakukan audiensi untuk bersama - sama memberikan edukasi terhadap manfaat proyek panas bumi. Pemda Manggarai Barat juga selalu dilibatkan dalam hal penyelarasan kebijakan antara pusat dan daerah. Hingga saat ini PT GDE terus melakukan koordinasi dengan berbagai elemen masyarakat untuk melakukan pengkinian data yang d gkungan dan sosial yang nantinya akan dipublikasikan kembali.
Di tempat lain, proyek panas bumi sudah terbukti memberikan manfaat baik, sebagai contoh di Wilayah Kerja Panas bumi (“WKP”) Dieng dan Patuha yang dikelola oleh PT GDE. PT GDE terbukti dapat berdampingan dengan kegiatan perkebunan masyarakat, seperti perkebunan kentang di Dieng dan perkebunan teh di Patuha. Bahkan berdampingan dengan kegiatan pariwisata setempat, seperti permandian air panas di Dieng dan destinasi wisata Kawah Putih di Ciwidey.
Selain itu, PT GDE selalu melakukan upaya konservasi keanekaragaman hayati, seperti penghijauan di area-area lahan kritis, budidaya tanaman endemi, dan sosialisasi terkait pelarangan berburu. Kehadiran PT GDE di Dieng dan Patuha juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, melalui program: 1) “GDE Peduli” dengan memberikan penyuluhan serta beasiswa); 2) “GDE Maju” melalui program pembangunan/ perbaikan jalan, listrik masuk desa; dan 3) “GDE Pintar” melalui program pendampingan Usaha Mikro Kecil Menengah (“UMKM”) setempat, program geowisata, dan studi banding. Dalam melaksanakan berbagai program ini, PT GDE terus melakukan sinkronisasi program bersama pemerintah daerah setempat guna memberikan dampak yang optimal bagi masyarakat dan pengembangan daerah setempat.
Sejalan dengan PT GDE, walaupun PT SMI yang tidak berperan langsung di lapangan, PT SMI juga telah menyelesaikan pelaksanaan PKBL DbuN pada 2019 yang manfaatnya ditujukan kepada masyarakat lokal dalam bentuk pembangunan infrastruktur dasar di wilayah Wae Sano. Dalam pelaksanaan PKBL ini, PT SMI juga bekerjasama dengan Yayasan Dian Desa untuk melakukan pemetaan infrastruktur dasar yang menjadi prioritas kebutuhan utama masyarakat.
Teridentifikasi bahwa terdapat tiga kebutuhan utama yaitu revitalisasi penyediaan sistem air bersih, pembangunan sekolah, serta pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat. Terdapat beberapa sistem air bersih yang di bangun di wilayah Wae Sano yaitu Sistem Wae Lenang, Wae Longa, Wae Kuta, dan Wae Kuwek. Selain itu, terdapat juga sistem air bersih untuk Gereja, Paroki, Sekolah, dan Puskesmas. Seluruh sistem air bersih ini telah berfungsi dengan baik dan digunakan oleh masyarakat sejak tahun 2019, bahkan dalam membangunnya, masyarakat gotong royong secara aktif menyediakan pembangunan air bersih.
Tidak hanya disitu, program DBuN juga menyasar pada kebutuhan pendidikan, yaitu pembangunan tiga ruang kelas pada Sekolah Dasar (“SD”) di Wae Sano. Diakui oleh masyarakat bahwa kurangnya sarana sekolah telah dialami oleh warga Wae Sano selama bertahun-tahun. Untuk itu berdasarkan persetujuan dukungan dari PT SMI, telah dibangun tiga ruang kelas bagi SD di Wae Sano. Ruang kelas yang telah dibangun akhirnya dapat dimanfaatkan oleh para murid dan guru untuk fasilitas belajar mengajar pada pertengahan tahun 2019.
Dari sisi ekonomi, Program DBuN juga mendukung pengembangan perekonomian masyarakat Wae Sano dengan memberikan pelatihan kepada warga sekitar berupa pengolahan kerajinan kain, pengolahan kacang mete, pengolahan madu, dan pengolahan cangkah kemiri.
Tentunya, beberapa langkah diatas perlu juga menjadi pertimbangan tokoh-tokoh masyarakat yang hingga kini masih melakukan penolakan. Pemerintah Indonesia terbukti sangat berhati- hati dalam melakukan implelementasi pembangunan suatu proyek infrastruktur, hal ini tentu demi menciptakan rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai perwujudan sila ke-5 Pancasila.
-selesai-
Tentang PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (“PT SMI”) yang didirikan pada tanggal 26 Februari 2009 adalah Badan Usaha Milik Negera di bawah koordinasi Kementerian Keuangan yang berbentuk Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). PT SMI berperan dan memiliki mandat sebagai katalis percepatan pembangunan nasional.
PT SMI memiliki berbagai fungsi dan produk/fitur unik untuk mendukung percepatan pembangunan infrasruktur yang tidak hanya berfungsi sebagai pembiayaan infrastruktur tetapi juga sebagai enabler melalui pelaksanaan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang mengikutsertakan berbagai institusi keuangan baik swasta maupun multilateral. PT SMI aktif mendukung pelaksanaan KPBU dan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di daerah melalui produk pinjaman daerah.
PT SMI memiliki tiga pilar bisnis yaitu (1) Pembiayaan dan Investasi, yaitu pembiayaan terhadap proyek- proyek infrastruktur, (2) Jasa Konsultasi yaitu solusi atas kebutuhan tenaga professional dan ahli di bidang infrastruktur serta (3) Pengembangan Proyek yaitu membantu Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) untuk menyiapkan proyek infrastruktur.
Informasi lebih lanjut:
Ramona Harimurti
Head of Corporate Secretary
Dian Rufal
Head of Communications Unit
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
Tel: +6221 8082 5288
Fax.: +6221 8082 5258
Email: corporatesecretary@ptsmi.co.id
www.ptsmi.co.id